Sabtu, 03 September 2011

ritual adat yang boros ditengah sulitnya ekonomi masyarakat sabu (1)

Pemau Do made, meretas jalan menuju nirwana

dalam tradisi orang sabu banyak ritual-ritual adat yang sakral dan cukup menelan biaya yang cukup tinggi. salah satu ritual yang cukup banyak menelan biaya ditengah sulitnya ekonomi adalah ritual penyucian arwah atau pemau do made. hal ini menjadi sebuah dilema ditengah langkah pemerintah mengintruksikan penghematan namun dilain pihak adat dan budaya harus tetap dilestarikan.
JOEY RIHI GA/TIMEX

kematian bagi masyarakat adat atau yang masih menganut aliran kepercayaan jingitiu di pulau sabu adalah sebuah proses menuju dunia keabadian. bagi mereka jika sesorang meninggal dunia maka masih ada sejumlah proses ritual yang harus dilakukan oleh keluarga yang masih hidup. untuk itu maka setiap orang sabu yang meninggal dunia dipercayakan rohnya akan melenggang ke nirwana atau surga apabila telah dilakukan penyucian arwah atau pemau do made bagi orang yang telah meninggal tersebut. untuk melakukan ritual ini maka dibutuhkan dana yang cukup lumayan karena akan membunuh korban sembelihan mulai dari ternak kecil hingga ternak besar, tergantung dari dari strata sosial sesorang.
untuk mengenal lebih dekat ritual penyucian arwah atau pemau do made harian timor express harus mengikutinya selama tiga hari berturut turut di salah satu kampung adat bernama rae peda,o yang terletak di kelurahan limaggu kecamatan sabu timur akhir bulan lalu. ritual penyucian arwah harus dilakukan pada bulan tertentu sesuai dengan kalender adat dan perputaran bulan. dilakukan pada hari ke enam setelah buan purnama pada bulan kedelapan tahun masehi setiap tahunnya.
salah satu tokoh masyarakat dan pelaku adat setempat Huki Tade kepada timor express mengatatakan, orang yang meninggal dalam sebuah kampung adat tertentu yang diikat oleh kekerabatab dan hirarki suku akan melakukan ritual penyucian arwah secara serentak.
"ritual ini akan dilakukan atas kesepakatan semua  keluarga dari setiap orang yang meninggal dunia karena ini menyangkut dengan dana yang besar yang akan dihabiskan. ritual ini tidak dilakukan sewtiap tahun. bisa lima tahun sekali atau lebih sehingga jika ritualnya sudah dilakukan ada puluhan orang mati yang arwahnya akan disucikan,"demikian kata Huki.
ritual akan dilakukan selama tuga hari berturt-turut. pada hari pertama adalah hari dimana semua keluarga dari orang yang meninggal akan berkumpul. disini semua kerabat handaitolan serta rang yang berasal dari kampung tersebut akan berkumpul dengan membawa masing masing ternak dan makanan berupa besar atau kacang hijau. kaum perempuan bertanggungjawab untuk mengumpulkan makanan berupa beras sementara para lelakinya bertanggungjawab mengumpulkan ternak. setelah semuanya berkumpul maka pada hari kedua akan dilakukan ritual penyucian bagi setiap orang yang telah meninggal di kuburan mereka masing masinh yang ditandai dengan batu. kuburan orang mati yang masih jingitiu berbentuk bulat seperti sumur dimana orang yang meinggal akan di ikat berbentuk bulat lalu dikuburkan. dihari kedua ritual setiap keluarga dari yang meninggal seperti anak istri atau akak adit dan ibu bapaknya akan memakai pakaian adat dengan motif tertentu sesuai dengan stratanya. mereka akan diterima oleh orang yang paling dituakan dalam kampung dengan memangku mereka maisng masing sambil melafalkan bahasa adat yang keramat. bahasa tersebut intinya agar yang telah meninggal tidak boleh lagi mengganggu keluarga yang masih hidup akarena mereka akan disucikan jalanya menuju nirwana. dengan demikian maka mereka sudah berbeda alam dengan dunia orang hidup.ritual ini ditandai dengan memasak dalam satu periuk berbagai jenis makanan mulai dari beras merah,kacang hijau,kacang hitam beras ketan, maupun sorgum. yang memasaknyapula adalah wanita wanita tua dengan tidak boleh berbicara. setelah itu maka para lelaki telah menyiapakan seoekor domba putih dipintu luar kampung sevbelah barat untuk dipotong  menjadi dua. "domba putih yang dipotong menjadi dua ini adalah lambang persembahan dan kurban bakaran bagi sang khalik sebagai tanda penyucian bagi mereka yang telah meninggal. binatang korban ini tidak boleh dimakan oleh orang yang satu suku dari orang yang ada dalam kampung tersebut karena itu akan mendatangkan malapetaka,"jelas Huki.
pada malam hari kedua bagi orang mati yang meninggalkan istri atau sumai akan dilakukan ritual khusus dimana mereka akan berpakaian putih-putih dibungkus dari kaki hingga kepala menyerupai pocong. mereka kemudian dibawa keluar kampung pada tengah malam dengan nyanyian adat dan tangisan ratapan menuju tempat pembuangan barang barang yang kotor dan berdosa.setelah dari situ mereka akan dimasukkan kerumah adat kemudian disucikan dengan air dan asap dupa.
pada hari ketiga pagi harinya akan dilakukan prosesi bunuh binatang untuk dibagikan kepada setiap orang yang datng membawa sumbangan baik it berupa ternak, beras atau uang. ratusan binatang akan dipotong kemudian dibagikan dalam sebuah tempat yang dalam bahsa sabi di sebut pai.
"pembagian daging korban kepada setiap orang berdasarkan besarnya bawaan mereka. seperti yang bawa binatang maka dia memperoleh daging yang lebih banyak dan seterusnya. itu sudah menjadi tradisi dan adat kita disini.,"ungkap huki.
pada malam hari ketiga akan dilakukan kegiatan yang mengekspresikan kegembiraan berupa permaian lompat alu atau permainan bambu gila kalau dipulau ambon. selain itu ada juga tarian pedoa yang dilakukan secara masal dalam kampung. kendati demikian ritual penyucian arwah ini akan dikatakan genap dan selesai setelah tiga kali purnama setelah ritual penyucian yang disebut dengan dabo rao.
dalam acara tersebut binatang yang sisa yang belum dibunuh akan dibunuh untuk dimakan beramai ramai leh keluarag sebagai tanda suka cita bahwa keluarga mereka telah tiba dinirwana setelah mereka yang hidup meretas jalanya menuju nirwana lewat prosesi atau ritual sakral pemau do made.( bersambung)


ritual adat yang boros ditengah sulitnya ekonomi masyarakat sabu (2-habis)

darah ki,i pe akki dan ratusan ternak sucikan arwah menuju nirwana

dalam setiap ritual penyucian arwah ratusan binatang seperti babi dan kambing menjadi tak berarti dan tak bernilai bagi orang sabu. bayangkan untuk ritual tersebut binatang yang dikorbankan jika dikalkusasi dalam bentuk rupiah nilainya mencapai ratusan juta bahkan miliard rupiah. namun bagi orang sabu sesulit apapun ekonominya namun tradisi dan budaya harus tetap dilaksanakan. lantas bagaimana soslusinya sehingga adat tetap dijalankan dan penghematan tetap bisa dilakukan??

JOEY RIHI GA/TIMEX

darah binatang pertama yang tumpah dalam ritual penyucian arwah atau pemau do made adalah darah seekor anak domba putih atau ki,i pe akki yang dipotong menjadi dua dipintu bagian barat sebuah kampung adat. darah domba itulah yang menjadi lambang penyucian selain darah ratusan ternak yang akan disembelih pada keesokan harinya pada puncak ritual penyucian arwah.
"semua keluarga dari yang meninggal dan akan disucikan akan membawa binatang untuk dikorbankan selain itu juga makanan berupa beras,jagung dan kacang. ini sudah menjadi tardisi dan budaya sehingga sesulit apapun kehidupan masyarakat, bila sudah tiba saatnya untuk dilakukan sebuah ritual adat maka nilai atau jumlah biaya menjadi nomer yang kesekian,"Ujar Huki Tade salah seorang pemangku adat. dia mengakui bahwa saat ini bintang di sabu tidak lagi seperti jaman dulu yang setiap rumah memilki puluhan ternak. ini akibat banyaknya aturan yang mengatur tentang ternak dan lahan pertanian ataupun cara hidup masyarakat yang tidak lagi bertumpu pada peternakan akibat minimnya lahan ternak dan sulitnya pakan di sabu raijua.
"kalau dulu sekitar 20 tahun lalu kita tidak pernah miskin ternak, sehingga ini bukan hal yang sulit untuk melakukan sebuah ritual adat yang besar seperti sekarang. ini pertanda ada penurunan dari cara hidup yang sudah mulai malas memlihara binatang. dulu memang itulah yang bisa dilakukan sebagai sumber ekonomi tapi sekarang seiring berlalunya waktu dengan cara mencari uang yang kian melebar maka ternak bukan lagi menjadi pilihan utama bagi masyarakat sabu,"Papar Huki.
diaktakan untuk melaksankan sebuah ritual penyucian arwah saat ini maka masyarakat sudah banyak yang hanya memberi sumbangannya dalam bentuk uang tunai dan tidak berupa binatang lagi. uang yang di sumbangkan akan dicacat dan digunakan untuk membeli ternak buat di semeblih. binatang tersebut nantinya akan dibunuh dan dibagikan kembali kepada setiap orang yang datang membawa sumbangan baik berupa, ternak, makanan atau uang.
penjabat bupati sabu raijua Thobias Uly dalam kesempatan terpisah kepada timor express mengatakan bahwa tidak bisa dipungkiri bahwa setiap ritual adat menelan biaya yang tidak sedkit. untuk hal itu pemerintah telah melakukan upaya pencerahan bahkan mengeluarkan edaran kepada masyarakat agar melakukan penghematan-penghematan dalam berbagai kegiatan adat atau pesta pesta lainnya.
diakui bahwa menjadi sebuah dilema bagi pemerintah untuk melarang melakukan ritual adat karena itu sudah menjadi tradisi dan budaya yang dilakukan secara turun temurun oleh nenek moyang yang masih menganut aliran kepercayaan jingi tiu. disisi lain itu juga adat yang perlu dilestarikan karena merupata aset budaya yang akan menjadi potensi pariwisata di sabu raijua.
"kita tentu tidak bisa melarang mereka melakukan ritual adat tapi yang kita anjurkan agar mereka melakukan penghematan seperti jumlah ternak yang tidak terlalu banyak dibunuh,"ujar Thobias.
memang antara pemborosan dan ritual adat yang harus dilakukan menjadi sebuah dilema yang sulit dientas. sebab ritual tanpa syarat dan korban adalah menjadi hal yang tidak berkenan dalam budaya orang sabu. sama seperti ritual penyucian arwah yang dalam keyakinan mereka bahwa darah binatang yang mengalir adalah lambang penyucian sekaligus sebagai jalan menuju alam keabadian.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar