Jumat, 22 Februari 2013


                                                                                                  JOEY RIHI GA

MEWAH :Inilah milik Daniel Huma salah satu warga Kampung Mapipa yang terletak dipuncak Bukit. Jauh dari kesan sederhana seperti yang diduga banyak orang.

*Melihat dari dekat Dusun Mapipa Tempat anggota Polisi dibunuh masyarakat (1)*

@Seperti Benteng yang terletak di puncak bukit, meneropong Pulau Sabu@

Kematian Aipda Anumerta bernadus Djawa, Kanit Reskrim Polsek Sabu Timur Pada (31/3) silam, sontak membuat kampung kecil di Desa Raemude Kecamatan Sabu barat tersohor. Kampung Mapipa, menjadi buah bibir masyarakat. Kebencian terhadap orang Mapipa memuncak, makian dan kutukan terlontar bak gelomboang yang tak henti. Lantas bagaimana kondisi kapung Mapipa dan penghuninya? kita ikuti penelusuran Timor Express disana.
Joey Rihi Ga, Menia

Tepat tujuh hari pasca tragedi pembunuhan terhadap Aipda Anumerta bernadus Djawa, Kanit Reskrim Polsek Sabu Timur di Dusun Mapipa, koran ini kembali ke kampung yang kini dihantui rasa takut baik oleh orang luar maupun rasa takut yang terpancar dari wajah penghuni kampung itu. Pada Sabtu (7/4) lalu koran ini bersama sama dengan rombongan dari Pemkab Sabu Raijua yang dipimpin langsung Bupati Marthen Dira Tome menjejaki kampung Mapipa. Ada rasa takut, getir dalam hati, terus mengjhantui selama perjalan. Bagimana tidak, kami pergi tanpa ada kawalan dari aparat Polisi yang ada hanya Pol PP. kendaraan yang dipakai harus berjibaku dengan kondisi jalan yang menajak dan menantang. melewati ruas jalan rintisan menju jantung kampung Mapipa. Ketika hampir sampai di tengah kampung ternyata kami sudah berada di puncak yang bisa meneropong pulau Sabu. Bak benteng pertahanan maka sulit bagi lawan untuk menaklukannya. kalaupun berhasil maka akan berdarh-darah. Dari atas Bukit tempat orang mapipa membangun kampungnya, kami bisa melihat paulau Raijua, tangjung Mehara, Seba Dan Sabu Timur. kesan angker tiba-tiba hilang ketika panorama pulau sabu tergambar jelas dari sini, mungkin yang ada hanyalah hasrat mengabadikan keindahan pulau semi arit ini. Setelah melepas lelah dan membuat mesin mobil istirahat sebentar kampi melanjutkan perjalanan menuju jantung Kmapung Mapipa. Ketika tiba ditempat yang dituju, Sudah ada masyarakat yang menunggu, karna sebelumnya Bupati sudah memberikan informasi bahwa pihaknya akan bertemu orang Mapipa. Mobil berhenti, tatapan saya yang penuh rasa takut sama dengan tatapan mereka Warga mapipa yang juga sementara di payungi rasa takut. Lantas tiba-tiba mereka menyerbu kami semua, bukan dengan batu, bukan pula dengan parang, tapi dengan hidung mancung mereka disertai tetasan airmata. Saling berciuman, tak satupun yang terlewati. suasana haru langsung meruntuhkan situasi tegang, bahkan iba melihat tatapan mereka yang pasrah. Saya berusaha untuk menandai wajah mereka satu persatu, bahkan memaksa memori otak untuk menyimpannya supaya bisa mengenal mereka jika nanti bertemu ditempat lain. Tapi wajah beberapa orang dari mereka menjadi tal asing, karna mereka adalah penjual sayur mayur di pasar dan jalan di kota Seba. mereka ternyata adalah petani yang telah membuat menu meja makan di sabu memiliki sayuran. "mereka ini adalah orang-orang yang ulet dan rajin, dari sinilah kami membeli sayur yang mereka jual ke pasar," ujar pendeta Karel Lobo yang juga ikut bersama rombongan. kampung Mapipa ternyata bukan kampung yang udik dan jauh dari informasi, sebab disana, rumah warganya banyak yang terbuat dari Atap Seng bahkan berdiri tiang parabola walau harus menggunakan genset untuk menonton siaran televisi. memang banyak juga rumah yang masih sederhana, yang tak layak menurut kami orang yang punya rumah bagus. Ada sekolah dasar di ujung Kampung, ada Pustu di tengah tengah kampung dan juga ada PAUD di sana. "Sejak kejadian pembunuhan ini kami sangat takut keluar rumah,"kata Sri Mulyani Loro salah satu pengasug PAUD Di Dusun Mapipa. Wanita berdarah jawa yang menikahi pria keturanan Mapipa itu kini sudah menetap disana sejak lama beberapa tahun silam. Anak-anak muda disana juga tidak ketinggalan, mereka masing-masing memegang Ponsel kayak orang kota, bahkan memakai celana botol dan celana umpan. wajah mereka yang mirip orang india menyisihkan kesan negatif yang selama ini menjadi stigma orang Mapipa. Saat kejadian pembunuhan, orang Sabu langsung memfonis bahwa orang Mapipa hidupnya hanya mencuri apalagi Polisi yang terbunuh karna sementara mengejar pelaku pencurian. Antara percaya dan tidak, karna memang disana mereka rajin, tanahnya juga terbilang subur sehingga berbagai tanaman sayur ada disana. lantas mengapa mereka mencuri? apakah semua orang Mapipa melakukannya? itu pertanyaan yang membutuhkan pemikiran jernih. Dari Kampung Mapipa Juga terlahir orang-orang yang pintar, ada yang menjadi orang-orang terkenal. banyak hal yang tak terpikir karna sudah melihat dan mengenal mapipa hanya dari buah bibir, apa saja?? ikuti tulisan selanjutnya. (bersambung)


JOEY RIHI GA
KETAKUTAN :Inilah wajah-wajah warga di Kampung mapipa yang nampak ketakutan setelah kejadian tragis terbunhnya Kanit Reskrem Polsek Sabu Timur Aipda Anumerta Bernadus Djawa
*Melihat dari dekat Dusun Mapipa Tempat anggota Polisi dibunuh masyarakat (2-habis)*

@warga Mapipa sulit menghapus stigma buruk dari buah bibir masyarakat@

Sulit memang untuk mengatakan bahwa orang di dudn mapipa itu ada juga yang baik, sebab semua orang Sabu sudah mengetahui secara terun temurun bahwa oarng Mapipa itu adalah orang jahat dan suka mencuri ternak orang. Kematian Aipda Anumerta bernadus Djawa, Kanit Reskrim Polsek Sabu Timur Pada (31/3) silam semakin menenggelamkan orang Mapipa ke dalam palung kejahatan.
Joey Rihi Ga/Menia

Sejak kejadian terbunuhnya Aipda Anumerta bernadus Djawa, Kanit Reskrim Polsek Sabu Timur Pada (31/3) silam oleh masyarakat mapipa, kami merasa bahwa kematian kami semakin dekat. Sebagai orang yang berdarah asli Mapipa maka mustahil kami bisa mengelak, kami hidup seperti menanti kematian menjemput kami. Kata-kata itu meluncur dari mulut David Loro salah satu Warga mapipa, seskali dia menyeka airmata dari mukanya yang sembab. Apa yang dikatakan David Loro saat di temui di Dusun Mapipa pada (7/4) silam bisa jadi ada benarnya sebab sebagai masyarakat mapipa mereka menjadi musuh masyarakat dan diincar oleh Polisi yang telah tega menghabisi nyawa teman mereka yang sementara menjalankan tugas. Benar kata pepatah bahwa nila setitik rusak susu sebelanga. Contoh bahwa masih ada juga orang mapipa yang tidak kompromi dengan kejahatan telah dibuktikan sendiri oleh David Loro yang dengan tanganya sendiri mengatarkan Pe Dara salah satu yang diduga sebagai pelaku pembunuhan ke tangan Polisi. dia juga harus kena getahnya, Handphone miliknya harus ditahan anggota polisi karna dicurigai memiliki akses komunikasi dengan para tersangka. Apa yang dilakukan David Loro dengan niat baik menyerahkan seorang pelaku tidak serta merta menghapus stigma bahwa orang Mapipa masih ada yang baik. "kami sendiripun takut untuk keluar rumah apalagi keluar kampung pada saat ini,"kata David. Hal ini menyiratkan bahwa sekalipun orang dalam kampung bukan berarti hatus aman dari mereka yang memiliki hati dan pikiran yang jahat. Saat koran ini bertandang kesana, tidak terasa kalau sementara berada di kampung yang jahat, karna perilaku warga saat menerima kedatangan kami sangat ramah layaknya orang sabu pada umumnya. pakah karna memang dalam rombongan tersebut ada Orang nomer satu di Kabupaten Sabu Raijua? itu juga bukan jaminan. Namun saat Bupati sabu Raijua meminta agar para pelaku menyerahkan diri ini sudah terbukti kebenarannya. Dua orang tersangka menyerahkan diri kepada Bupati yakni Mira dawi atau Markus Dima Dan Pau Bangu. Apakah cara pendekatannya yang berbeda? itu juga menjadi pertanyaan yang harus dijawab. Semua telunjuk sudah terlanjur mengarah ke Dusun yang berada di puncak bukit itu bahwa mereka adalah orang-orang jahat, kumpulan pencuri di pulau Sabu. sebuah stigma yang sulit dihapus. Banyak kisah yang diceritakan oleh para orang tua tentang sepak terjang orang Mapipa ketika melakukan aksi pencurian, Bahkan ketika ada ternak warga yang hilang dalam jumlah yang banyak maka tempat mereka mencari adalah di mapipa bagi yang masih mempunyai sedikit keberanian, bagi yang bernyali kecut maka harus rela mengurut dada. Kalau dibilang bahwa mereka adalah orang yang tidak beragama, namun kenyataannya hampir semua orang di dusun Mapipa adalah orang kristen, malah ada gereja di dusun tersebut. Kalau menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak berpendidikan, tapi anak-anak mereka banyak yang sekolah tinggi dan juga banyak yang berhasil, tapi mereka tidak lagi hidup di Kampung Mapipa. Saat tragedi Kematian Aipda Anumerta bernadus Djawa, Kanit Reskrim Polsek Sabu Timur Pada (31/3) silam juga menjadi Bukti bahwa orang-oarang di Dusun mapipa sulit dipercaya, karna sekalipun sudah ditanya tentang keberadaan korban tidak satu mulutpun yang berani mengaku, Mereka memilih diam seribu bahasa hingga jasad korban ditemukan sendiri oleh temannya dalam keadaan yang mengenaskan. kenyataan-kenyataan seperti inilah yang sulit untuk membuat orang lain percaya bahwa masih ada orang Mapipa yang baik. yang jelas mereka juga manusia seperti kita , sama-sama anak bangsa yang memiliki hak yang sama dimuka hukum. Bagaimana merubah stigma bahwa oang Mapipa itu jahat dan suka mencuri, serta bagaimana menyadarkan mereka bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan, itu adalah pekerjaan kita semua. masyarakat, pemerintah, gereja dan seluruh elemen yang ada memiliki tanggungjawab yang sama. Semoga****





JOEY RIHI GA
GULA SABU : Ina wila warga Desa Ramedue Kecamatan Hawu Mehara sementara memasak nira lontar menjadi gula Sabu sebagai mekanan pokok bagi keluarga selain beras dan jagung.

Gula Sabu sebagai makanan pokok lokal yang bisa menjadi potensi ekonomi bagi masyarakat

Aroma genit gula Sabu dipuncak musim kemarau

Ketika musim kemarau mulai memuncak dan mencurahkan hawa panas di Kabupaten Sabu Raijua, pada saat yang bersamaan aroma genit gula Sabu menjadi penawar para penghuninya. Saat ini hampir semua masyarakat sedang sibuk dengan memasak gula Sabu yang selalu mengeluarkan bau harum pertanda Gula sudah mulai masak. Lantas apakah aroma dan rasa manisnya bisa menembus pasar moderen??
Joey Rihi Ga, Menia

Wanita renta yang telah dimakan usia ini sementara duduk dibawah pohon tuak sambil menunggu nira lontar yang dimasaknya menjadi gula. Nira lontar hasil sadapan anaknya pada waktu pagi, kini menjadi tugasnya untuk dimasak menjadi gula sebagai makanan pokok keluarga sederhana ini. Namanya Ina wila warga Desa Ramedue Kecamatan Hawu Mehara, kepada koran ini mengaku bahwa setiap hari dirinya bisa memasak sepuluh liter gula Sabu saat ini. tergantung dari hasil nira yang disadap, kalau banyak berarti gula yang dihasulkan juga cukup banyak. Jika dijual maka lima liter gula Sabu seharga enam puluh ribu rupiah. dulu katanya gula Sabu tidak dijualbelikan tapi cukup diimpan sebagai peresdiaan makanan dikala musim paceklik. Tapi seiring berjalannya waktu kini gula Sabu sudah dibaru banyak orang dan harganya mulai meningkat.
Gula Sabu hanya dikenal sebagai oleh-oleh dari Sabu Raijua, selebihnya belum mampu mengintervensi pasar yang lebih luas sehingga memberi dampak ekonomi bagi masyarakatnya. Gula Sabu terlampau rendah nilainya jika hanya dijadikan oleh-oleh dalam wadah tanpa label. padahal ketenaran gula Sabu boleh dibilang telah melangit di bumi Flobamora bahkan diluar NTT. tapi nasibnya tetap begitu saja, tak pernah berubah, sama seperti rasa manisnya yang selalu dirindu banyak orang. untuk mengolah gula Sabu tidak gampang, membutuhkan waktu yang cukup panjang, keringat yang bercucuran serta kecermatan yang cukup hingga menjadi gula yang kental. Untuk memasak Gula diperlukan kayu api yang cukup banyak padahal budaya menanam disana hampir dikatakan tidak ada sehingga jangan heran jika pada saat sekarang begitu banyak pohon yang rantingnya di babat habis untuk dijadikan kayu api. Kenyataan bahwa Gula Sabu diburu oleh banyak orang jelas terlihat ketiak ada kapal yang keluar dari Sabu, bahkan hampir dalam setiap penerbangan selalu ada gula yang bawa keluar. Ketika kapal Awu bersandar di Pelbuhan Biu misalnya, kita bisa melihat begitu banyak gula berseliweran di dermaga dan semuanya laku terjual. Harganyapun terbilang bagus, satu jerigen berukuran lima liter dijual dengan harga enam puluh ribu rupiah. Lalu apakah nasibnya hanya sekedar menjadi oleh-oleh?? itu yang harus dipikrikan oleh pemerintah saat ini. Bupati Sabu Raijua, Ir. Marthen Luther Dira Tome, selalu menekankan agar Dinas prindustrian dan perdangan tidak boleh berpangkutangan, tapi harus kreatif dalam mengolah setiap potensi lokal yang ada sehingga potensi seperti gula Sabu bisa menembus pasaran dan merubah kehidupan ekonomi masyarakat. Masyarakat memang hanya bisa memasak gula, jarang yang membuat Gula semut atau Gula lempeng yang mungkin secara ekonomi lebih laris untuk dijual. tau memang gula Sabu tidak bisa lagi diolah menjadi barang lain yang bisa mengalihkan perhatian orang atu memang dinas teknisnya yang kurang inovatif?? itu masih menjad pertanyaan. dari gula orang bisa menyuling minuman keras yang dikenal dengan sebutan Sopi dimana harga jualnya cukup bagus namun minuman lokal ini masih ilegal karena belum diberi label dan memiliki ijin produksi. Kalupun berhasil dibawa keluar, itupun hanya hasil main mata dengan aparat. kalau mau supaya jagan ada main mata maka perlu dilegalkan dan itu tugasnya pemerintah. Demikian juga untuk bagaimana Gula Sabu bisa tampil genit dalam kemasan yang memang menunjukkan barang berkualitas dari Sabu. Ada label yang bertulis "Made In Savu" sehingga membuat bangga para penghuni pulau Sejuta lontar ini. Koran ini sempat melihat ada kecap mnis gula Sabu yang dibuat oleh Tim penggerak PKK bimbingan Ny Irna Dira Tome, tapi skalanya telampau kecil. Padahal ketiak pameran pembangunan saat HUT RI yang ke-66 di Arena Promosi Fatululi agustus kemarin Gula Sabu habis terjual di dalam Stand Kabupaten Sabu Raijua. Memang waktu itu sudah didalam kemasan yang lebih bagus, dengan tulisan kecil "gula Sabu". Selain dimasak menjadi Gula Nira lontar juga bisa dibuat menjadi Bio ethanol tapi peralatan penunjangnya atau pabriknya terbilang cukup mahal, mencapai angka triliun rupiah. Butuh waktu lama. yang diharapkan saat ini bagaimana gula Sabu ini bisa pasarkan dengan nilai yang lumayan dan bermartabat,tidak sekedar menjadi oleh-oleh saja. Yang menjadi pertanyaan, mampukan aroma genit gula Sabu menembus pasar moderen??)))