meneropong aktifitas di pelabuhan biu saat KM AWU menyinggahi sabu.(1)
berburu rupiah dalam gemuruh laut sabu
bagi para buruh di pelabuhan biu kecamatan sabu timur, kedatangan KM AWU milik PT pelni empat kali dalam sebulan merupakan saat yang paling ditunggu. karena disitulah mereka berburu uang dengan menawarkan jasa kepada para penumpang yang membutuhkannya. bagi yang beruntung maka hasil keringat di perairan laut sabu itu bisa dibawa pulang untuk ditukar dengan beras. bagi yang belum beruntung maka berdiri memandangi kapal raksasa yang menyinggahi wilayah mereka sudah merupakan hiburan tanpa bayar.
JOEY RIHI GA,TIMEX
pelabuhan biu yang dibangun tahun 1996 dengan panjang mencapai 750 meter akan menjadi lautan manusia jika ada kapal yang datang menyinggahi pelabuhan tersebut. pelabuhan yang jarang disinggahi kapal itu kini mulai menggeliat dengan masuknya armada PT Pelni bernama KM awu yang menyinggahi pelabuhan biu empat kali dalam sebulan, yakni dua kali dari arah barat dan dua kali dari arah timur. yang paling ditunggu oleh para buruh atau tenaga kerja bongkar muat (TKBM) pelabuhan biu adalah ketika KM Awu datang dari arah timur atau dari kupang menuju ke arah barat, karena banyak penumpang yang menggunakan jasa para buruh utnuk mengangkut barang bawaannya menuju dermaga atau teerminal penumpang.bagi buruh yang beruntung maka hasil keringatnya bisa dibawa pulang berupa uang untuk ditukar dengan beras atau kebutuhan lainnya, namun bagi yang tidak beruntung maka melihat kapal raksasa dan berjubelnya manusia diatas dermaga sudah menjadi hiburan menarik karena memang sebagai daerah terpencil keramaian merupakan hal yang jarang terjadi disana. apalagi media hiburan seperti televisi belum dinikmati oleh sebagaian besar penduduk kabupaten yang baru diresmikan sebagai kabupaten otonom 26 mei 2009 lalu. ketua buruh pelabuhan biu meky doko yang ditemui dipelabuhan biu kepada timor expres mengatakan, ada sekitar 200 buruh yang mengais rupiah di pelabuyan biu yang saat ini sudah mendaftarkan diri secara resmi. bisa dibayangkan begitu banyaknya buruh sehingga tentu saja penghasilan mereka tak seberapa. " ya kalau beruntung bisa mendapatkan uang sekitar lima puluh ribu rupiah seorang tapi banyak juga yang pulang kosong. untuk saat ini kita belum kenakan biaya seperti angsuran bagi kelompok yang dibentuk, kta masih dalam taraf membentuk kelompok buruh ini bagaimana bekerja secara profesional. tapi kalau pakaian mereka kita sudah beli dengan uang yang dikumpulkan masing masing anggota. maklum kita baru saja bentuk kelompok ini setelah kapal awu masuk sabu,"Ungkap Meky. menggunakan jasa buruh di pelabuhan biu merupakan jalan keluar untuk bisa lebih mudah mencapai daratan. maklum ketika kapal sandar maka baik penumpang yang datang maupun yang hendak berangkat akan secara serentak berebut satu satunya tangga yang diturunkan dari dek empat kapal awu. bisa dibayangkan sulitnya, apalagi jika membawa barang yang lebih dari empat atau lima potong maka jalan terbaik adalah menggunakan jasa buruh yang bisa lincah menerobos dalam kerumunan banyak orang. para buruhpun dengan ramah akan mendatangi setiap penumpang untuk menawarkan jasa mereka. bagi yang tidak tahu, gampang saja mencarinya sebab mereka berseragam kuning dengan nomer didada dan belakang ditambah tulisan TKBM pelabuhan biu. keberadaan buruh tersebut memang mengharapkan kepedulian pemerintah setempat lewat dinas terkait untuk bagaimana membuat mereka menjadi sebuah kelompok kerja yang profesional dan bisa diandalakan untuk memenuhi kehidupan ekonominya lewat profesi yang diemban." dengan jumlah buruh yang cukup banyak ini perlu perhatian dan kepedulian pemerintah untuk mengatur kita buruh disini. karena dengan jumlah yang cukup banyak ini tentu ada yang dapat uang, ada juga yang tidak dapat uang,"ujar manto here salah satu buruh di pelabuhan biu. tenaga buruh hanyalah salah satu bagaian dari kehidupan dan aktifitas di dermaga biu saat kapal awu berkenan untuk menyinggahi dermaga tersebut. selain itu banyak pula yang menaruh harapannya disana seperti pedagang asongan hingga masyarakat yang datang hanya untuk membeli buah dan es cream dari dalam kapal tersebut.(bersambung)
meneropong aktifitas di pelabuhan biu saat KM AWU menyinggahi sabu.(2)
buah dan es cream turun dermaga, wolappa dan putu masuk kapal
jika diperhatikan secara seksama ketika KM awu berlabuh di pelabuhan biu, ada ada perang keberuntungan antara penjual makanan lokal di sabu dan penjual buah dan ice cream dari pedagang dalam kapal.secara tidak langsung orang sabu hendak memperkenalkan bahwa mereka punya makanan lokal yang enak dan gurih kepada para penumpang yang berasal dari berbagai suku dan pulau di indonesia. mungkinkan mereka hendak bilang bahwa bukan hanya digarut yang punya dodol, tapi di sabu juga ada dodol bernama wolappa yang kurang nikmat bagi mulut orang sabu yang telah terbiasa dengan makanan enak ditempat perantauan.
JOEY RIHI GA,Menia.
"ibu, ini namanya apa? terbuat dari apa ? berapa satu ikat ?" demikian ujar suhartini, wanita asal lumajang jawa timur yang hendak menuju kupang dengan kapal awu. sementara ina Rihi si penual makanan lokal dengan terbata bata berusaha menjelaskan apa yang ditanyakan pembeli. "ini namanya wolappa satu ikat sepuluh ribu dan ini namanya putu satu ikat juga sepuluh ribu. keduanya terbuat dari tepung beras yang ditubuk sendiri dengan gula sabu,"Ujar ina Rihi. percakapan itu terjadi persis di depan timor epress belum lama dini di atas dermaga biu.percakapan antara pembeli makanan lokal di sabu dengan para penjual di atas dermaga yang menjajakan makanan lokal berupa wolappa dan putu. tentu dengan senag hati para penjual akan menjelaskan kepada para pembeli dengan satu harapan bahwa mereka akan membeli dagangan mereka. wolappa dan putu adalah makanan kecil buatan tangan orang sabu. ketika mereka pergi merantau maka selain gula sabu maka dua jenis makanan itu akan selalu dibawa sebagai oleh-oleh untuk saudara atau sekedar sebagai makanan dalam perjalanan. namun coba dilihat di dermaga biu kebanyakan yang membeli makanan tersebut adalah orang dari tempat lain atau suku lain yang ingin mencoba dan merasakan lezatnya makanan yang terbuat dari tepung beras dan gula sabu. kalau begitu apakah orang sabu sudah malu merasakan makanan tardisi nenek moyangnya atau mulutnya sudah terlampau terbiasa dengan dengan makanan moderen semacam es cream atau makanan produksi pabrik? sulit memang untuk mengetahuinya, namun yang pasti ada penurunan nilai cinta terhadap makanan lokal yang telah menjadi budaya nenek moyang. padahal kalau dilihat dari sisi kesehatan maknan lokal seperti putu dan wolappa hanya terbuat dari tepung beras dan gula sabu, cuma cara masaknya yang berbeda. kalau wolappa harus dimasak sementara putu hanya dikukus. bentuknya juga berbeda, wolappa berbentuk panjang seperti dodol dibungkus dengan daun kepala muda lalu dimasak hingga matang kemudian dijemur. putu berbentuk bulat di cetak dalam tempurung kelapa kemudian di kukus,lalu dikeringkan. memang kalau mau dipikir banyak penganan lokal di sabu saat ini yang tidak lagi dihiraukan. perempuan sabu juga tidak lagi rajin membuat putu dan wolappa. mereka sudah terbiasa dengan pop mie jika hendak bepergian atau dengan gula-gula berbagai rasa sebagai teman mulut dikala berlayar. padahal dulu banyak pengangan sabu yang biasa dibawa ketika merantau. selain putu dan wolappa adapula wo peraggu,yang bisa bertahan berminggu-minggu. maklum dulu kalau berlayar menuju kupang bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu apalagi saat cuaca tak bersahabat.
sebenarnya ini adalah potensi lokal yang bisa diangkat kemudian di buat sedemikian rupa sehingga bisa dijual sebagai penambah ekonomi keluarga. bila perlu ada sentuhan moderen mungkinkah itu kemasannya yang lebih menrik atau ada sedikit tambahan aroma supaya bisa bersaing, asal makanan tersebut tetap berlabel made in sabu.ini mungkin hal yang terlampau kecil untuk dipikirkan oleh para orang sabu yang sudah duduk di berbagai posisi bagaimana memperkenalkan makanan khas mereka. jangan lagi mengulangi hanya menjual pisang dari kebun meilik sendiri kemuduan kembali membelinya dalam bentuk keripik kemudian merasa bangga. padahal bahan bakunya kita sendir yang punya apakah itu pertanda kita kurang kretif ? kalau rakyatnya sudah mulai melupakan, jangan pula pemerontah demikian. baiklah mereka memberi motivasi bahkan sedikit modal bagi mereka yang kekruangan modal untuk memperkanalkan makanan milik kita sendiri. orang sabu diminta agar belajar dari bersaing dari seidkit melihat bagaimana wolapppa dan putu serta gula sabu harus berjibaku dengan makanan moderen yang kian menggerus penganan lokal tak berlabel.semoga!!!(habis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar